top of page

Karakter Milenial Tiongkok Berpariwisata

Oleh : Hendy Yuniarto


Ilustrasi


我想要帶你去浪漫的土耳其 然後一起去東京和巴黎 其實我特別喜歡邁阿密 和有黑人的洛杉磯

/Aku ingin membawa kamu ke Turki yang romantis/

/Lalu berangkat bersama ke Tokyo dan Paris/

/Sebenarnya, aku lebih menyukai Miami/

/Dan juga bersama dengan teman Los Angeles/

Inilah lirik dari satu lagu pop Mandarin yang naik daun pada tahun 2017 di Tiongkok. Selain lagu itu masih ada beberapa lagu bertema pariwisata dan jalan-jalan. Sekarang, berpariwisata sudah menjadi salah satu kegiatan yang paling disukai oleh orang Tiongkok, terutama bagi para ganerasi milenial. Berpariwisata sudah menjadi kebiasaan, pergi ke kota lain, provinsi lain, bahkan ke luar pada liburan. Dengan akses transportasi yang semakin mudah, khusunya kereta cepat dan kereta bawah tanah, juga perkonomian Tiongkok membuat standar hidup masyarakat meningkat, mengakibatkan munculnya gaya berpariwisata di kalangan milenialnya. Wisatawan dari kalangan ini memiliki perilaku jauh berbeda dibanding generasi sebelumnya.


Bagi generasi baby boomer destinasi yang popular di dalam negeri adalah kota besar yang terkenal akan sejarah klasik maupun kontemporer, seperti Beijing, Xi’an, Shanghai dan Hangzhou. Mereka ke sana untuk berfoto di depan gerbang Kota Terlarang, di depan foto raksasa Mao Zedong, sebagai bukti bahwa mereka sudah keluar pernah mengunjungi Beijing. Foto akan mereka cetak besar dan dipajang di dinding rumah. Bagi golongan menengah ke atas, mereka akan melancong ke luar negeri. Ciri khas yang terlihat jelas dari orang Tiongkok yang berpariwisata, khususnya generasi tua adalah menggerombol dalam satu rombongan. Selain itu, mereka seringkali terdengar mengobrol dengan suara kencang menggunakan bahasa Mandarin atau dialek daerah. Kebiasaan saling mengobrol dengan suara kencang tersebut tentu mengganggu pelancong lain bahkan penduduk asli. Kadang penduduk asli mengolok mereka tak punya sopan santun.


Kebiasaan jorok seringkali dapat dilihat dari para pelancong, yaitu mereka tidak ragu untuk meludah, di mana saja dan kapan saja, ini terutama dilakukan oleh pria. Kebiasaan ini tentu mengakibatkan selera makan berkurang jika dilakukan di keramaian. Seringkali mereka terlihat tidak menghormati antrian. Itu karena sebagian besar dari mereka tidak mengerti konsep antrian. Hal menarik lainnya juga dapat dilihat dari mereka berperilaku saat berpariwisata. Kebanyakan dari mereka berjalan kaku seperti zombi, juga jarang ada interaksi dengan penduduk asli karena mungkin mereka tidak banyak menguasai bahasa asing, khususnya bahasa Inggris. Orang tua akan membiarkan anak balitanya bebas buang air kecil bahkan buang air besar di mana saja mereka suka.


Para wisatawan berkarakter di atas masih sulit dan awam untuk menyesuaikan diri dengan gaya berpariwisata yang lebih elegan. Memang kemajuan Tiongkok telah melampaui beberapa negara eropa, tetapi harus diakui bahwa masih ada banyak daerah terbelakang. Tertutupnya kehidupan selama berabad-abad dari dunia modern yang dipelopori barat membuat kebiasaan mereka masih dianggap kampungan. Namun keadaan seperti itu tidak akan dijumpai pada kalangan milenial. Mereka lebih berpendidikan dan telah banyak belajar tata cara kehidupan barat.


Kaum milenial Tiongkok saat sekarang memiliki pilihan destinasi pariwisata yang semakin beragam. Bagi generasi milenial, kota Beijing, Kota Terlarang, lapangan Tiananmen tidak terlalu memiliki daya tarik. Semakin banyak remaja cenderung menjelajah ke tempat-tempat baru yang diviralkan media sosial. Mereka tidak terlalu mementingkan jumlah tempat pariwisata ikonik yang telah dikunjungi, melainkan perasaan dan pengalaman pada destinasi-destinasi baru.


Pilihan bepergian ke luar negeri pun memiliki pola dan tren yang mirip. Generasi tua cenderung memilih AS atau Eropa Barat sebagai tujuan wisatanya. Namun para generasi milenial yang secara bertahap menjadi kekuatan besar pasar pariwisata mulai menjelajahi negara-negara lain, seperti di Eropa Timur dan Asia Tenggara. Pada tahun 2018, kurang lebih 6 juta wisatawan Tiongkok melakukan perjalanan wisata ke Eropa Timur. Mereka menganggap selain negara-negara tersebut mempesona, juga termasuk negara yang bergabung di dalam inisiatif Satu Sabuk Satu Jalan. Jumlah wisatawan yang melancong ke Eropa Timur ini mencapai 36,3 % dari pelancong Tiongkok pelancong di Eropa. Selain semakin populer, banyak banyak destinasi baru yang bisa dijelajahi oleh para milenial.


Salah satu alasan mengapa destinasi wisata menjadi sangat beragam adalah bahwa generasi milenial lebih memilih untuk melakukan perjalanan secara bebas daripada ikut ke dalam tur rombongan wisata seperti yang dilakukan generasi tua. Jika mengikuti rombongan wisata mereka selalu diajak masuk ke dalam toko dan restoran yang ditunjuk, sehingga tak bisa merasakan perjalanan secara bebas.


Bagi generasi milenial Tiongkok, kebebasan adalah yang kata kunci yang utama. Mereka bebas memilih destinasi, mode transportasi, penginapan, dan berbagai fasilitas lainnya. Mereka yang sudah sangat familiar dengan teknologi sangat terbantu untuk membeli segala yang mereka butuhkan. Tidak sedikit dari mereka yang mengincar tiket promo dan penginapan murah. Dengan berbagai aplikasi yang ditawarkan mereka selalu membanding bandingkan harga. Selain itu, melalui medsos, tempat penginapan dapat diperoleh lewat rekomendasi dari mulut ke mulut, termasuk restoran atau kedai makanan khas. Gaya berpariwisata seperti inilah yang sedang laris di Tiongkok. Mereka menyebutnya dengan istilah ziyouxing atau bebas berwisata.


Istilah bebas berpariwisata dipopulerkan oleh salah satu vlogger populer Tiongkok bernama Rae. Dengan nama akun itsRae ia memiliki 543 ribu pengikut di Weibo. Dia sudah membuat vlog tentang berwisata ke banyak negara dan kota di dalam maupun luar negeri. Sebenarnya vlogger seperti Rae di Tiongkok ada banyak sekali. Mereka suka berjalan-jalan sendiri dengan bebas dan memamerkan hasil foto rekaman videonya di media sosial.

Berdasarkan sebuah laporan turis Tiongkok yang berpariwisata ke luar negeri pada tahun 2018 yang dipublikasikan oleh Akademi Pariwisata Tiongkok dan perusahaan travel Ctrip, sifat individual menjadi lebih menonjol daripada berpariwisata secara kolektif. Pilihan tur mandiri dan paket pribadi meningkat dengan pesat. Menurut kepala Akademi Pariwisata Tiongkok, pasar pariwisata individual akan semakin meningkat dan lebih menonjol.


Mengapa gaya bebas berpariwisata ala milenial bisa menjadi populer di Tiongkok? Alasannya dapat dilihat dari beberapa aspek. Pertama, internet merupakan sebuah platform ideal untuk mendapatkan segala informasi memberikan kemudahan untuk merealisasikan cara wisata seperti ini. Ratusan aplikasi banyak memudahkan proses dan aktivitas wisata, mulai dari memesan tiket pesawat, hotel, dan restoran dapat dilakukan secara online dan pembayarannya semakin terintegrasi dengan banyak pilihan.


Alasan yang kedua adalah dengan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat, kebutuhan dan keinginan untuk berpariwisata semakin meningkat juga. Berpariwisata semakin menjadi keperluan yang menjadi prioritas. Dengan cara yang lebih fleksibel, berpariwisata tidak hanya lagi terbatas pada layanan biro perjalanan saja tetapi terjangkau seluruh masyarakat, sesuai dengan kepribadiannya masing-masing. Ketiga, generasi milenial sekarang lebih mengutamakan privasi dan kebebasan. Mereka cenderung mengejar kehidupan yang lebih bebas, mempunyai inisiatif yang lebih besar untuk mendefinisikan kehidupannya sendiri. Membuat vlog dan mengunggahnya di media sosial adalah salah satu cara bagi mereka untuk menunjukkan identitas sosialnya.


Saat ini para milenial Tiongkok juga tidak lagi direpotkan dengan ketidakmampuannya dalam berbahasa Inggris. Banyak dari mereka yang telah menguasai bahasa Inggris, jauh lebih baik daripada generasi sebelumnya. Mereka lebih berani dan mampu untuk berpariwisata tanpa pemandu wisata. Selain itu, ada kebijakan bebas visa untuk warga Tiongkok ke banyak negara termasuk Indonesia, maka bepergian ke luar negeri semakin mudah dan terjangkau.


Salah satu cara khas generasi milenial saat ini  adalah menjadi sukarelawan, seperti menjadi guru bahasa Inggris atau Mandarin. Tidak sedikit dari mereka menjadi sukarelawan di Nepal, Sri Langka, Laos, Kamboja, Indonesia, Thailand, dan beberapa negara lain sekaligus berpariwisata. Mereka memanfaatkan waktu libur musim panas atau musim dingin, selama beberapa minggu bahkan sampai dua bulan. Mereka tidak akan merasa menjadi turis, namun benar-benar bisa merasakan bagaimana hidup langsung dengan budaya asli, dan juga membuat hubungan yang lebih kuat antara mereka dan lingkungan masyarakatnya. Tak jarang dari mereka yang berpariwisata sambil menawarkan jastip. Mereka menghasilkan untung dengan memanfaatkan selisih harga jual. Sambil berpariwisata mereka juga melakukan bisnis.


Gaya berpariwisata yang bebas dan individual yang telah menjadi tren menunjukkan perkembangan industri pariwisata di Tiongkok dan mencerminkan peningkatan serta pergeseran kebutuhan masyarakatnya untuk berpariwisata. Bebas berpariwisata bukan hanya sebuah cara untuk berpariwisata tetapi juga suatu karakter berpariwisata kaum milenial Tiongkok.


#PariwisataChina #PariwisataCina #Orangcina #Pariwisataindonesia #Pariwisata #Tiongkok #China


0 views0 comments
bottom of page