Jalan Terjal Mewujudkan Made in China 2025
Updated: Apr 29, 2020
Oleh : Hendy Yuniarto

Ilustrasi
Tidak sedikit barang-barang yang kita beli berasal dari Tiongkok. Salah satu alasan orang membeli produk buatan Tiongkok adalah harganya yang relatif murah, bahkan bagi sebagian pengusaha, murahnya harga tersebut memberikan peluang besar. Permasalahan klasik terkait kualitas barang saat ini sudah semakin berkurang karena banyak perusahaan di Tiongkok telah meningkatkan kualitas barang produksinya dan berhasil bersaing dan menyamai produk-produk dari negara maju. Salah satu perjalanan Tiongkok dalam usaha meyakinkan dunia terhadap produksi barang, khususnya pada aspek teknologi adalah strategi Made in China 2025 yang dianggap sebagai ambisi besar. Beberapa negara maju menganggap strategi ini akan sulit terwujud mengingat perekonomian Tiongkok yang stagnan dalam beberapa tahun terakhir.
Strategi Made In China 2025 yang pertama kali diluncurkan pada tahun 2015 menjadi salah satu kebijakan penting, bahkan menjadi isu panas dalam persaingan antara Tiongkok dan negara-negara lain. Namun pada laporan kerja pemerintah tahun 2019 yang disampaikan oleh Perdana Menteri Li Keqiang kepada Kongres Rakyat Nasional tidak menyebutkan inisiatif Made in China 2025 untuk pertama kalinya dalam tiga tahun. Made In China 2025 sebagai sebuah agenda di bawah kepemimpinan Xi Jinping semakin lama menjadi simbol kemajuan perekonomian, namun secara bersamaan juga memprovokasi AS, terutama dalam persaingan industri teknologi yang ingin menyaingi kepemimpinan Amerika dalam aspek teknologi. Sejak strategi ini diluncurkan, pemerintah Tiongkok telah mengguyur dana untuk menyokong strategi ambisius ini. Berbagai hambatan dari dalam negeri termasuk situasi perang dagang dengan AS menjadi tantangan besar untuk mewujudkan ambisi Made In China 2025.
Made in China 2025 mencerminkan tujuan pembangunan yang sudah berlangsung lebih dari tiga dekade. Sejak kebijakan reformasi pasar oleh Deng Xiaoping pada 1980-an, Partai Komunis Tiongkok (PKT) yang berkuasa telah mengejar ketertinggalan ekonomi yang menggabungkan perekonomian berkarakter sosialisme dengan unsur-unsur dari perusahaan swasta. Dalam beberapa dekade terakhir tersebut pemerintah Tiongkok telah mengambil langkah-langkah untuk menggeser perekonomian dari ekstraksi sumber daya dan manufaktur bernilai rendah, upah rendah pada sebagian besar sektor pertambangan, energi, dan barang-barang konsumen lain yang menyumbang hampir setengah dari ekonomi negara menjadi perekonomian yang berteknologi tinggi serta produktivitas tinggi. Made in China 2025 dimaksudkan untuk mendorong ekonomi melalui transisi yang sulit ini dan melewati jebakan pendapatan menengah.
Made in China 2025 terinspirasi oleh Industri 4.0 yang diinisiasi oleh Jerman dan secara luas sejalan dengan pendekatan Jerman dan Jepang terhadap pengembangan teknologi dan inovasi. Industri 4.0 Jerman didasarkan pada strategi teknologi tinggi pemerintah Jerman dan merupakan salah satu dari 10 proyek utama dalam Strategi 2020. Selama 10 hingga 15 tahun Jerman berencana untuk mendorong manufaktur teknologi digital yang maju dengan meningkatkan digitalisasi dan interkoneksi produksi. Cara ini melibatkan pengadopsian teknologi informasi dan internet untuk berbagai hal, menghubungkan perusahaan kecil dan menengahnya ke jaringan produksi global, pada gilirannya membuat mereka lebih efisien dan kompetitif.
Salah satu tujuan utama Made In China 2025 adalah untuk memutuskan, atau setidaknya mengurangi ketergantungan industri pada impor teknologi canggih buatan luar negeri. Selain itu juga untuk berinvestasi besar-besaran dalam inovasi untuk menciptakan perusahaan teknologi dalam negeri yang dapat bersaing baik secara domestik maupun global. Strategi ini menargetkan 70 persen swasembada dalam komponen-komponen penting di berbagai industri berteknologi tinggi.
Sejatinya Made in China 2025 bertujuan untuk mengubah Tiongkok menjadi negara adidaya manufaktur teknologi tinggi. Secara khusus Made in China berfokus pada 10 sektor yang meliputi industri teknologi kecerdasan buatan (AI), industri peralatan mesin otomatis dan robotika, industri penerbangan dan kedirgantaraan, industri peralatan maritim dan pengiriman berteknologi tinggi, industri peralatan transportasi kereta api modern, industri mobil tanpa supir dan kendaraan dengan energi terbarukan, industri peralatan listrik, industri agrikultur, industri bahan baru, dan Industri biofarma dan produk medis.
Bagaimana agar Made In China 2025 ini dapat dicapai ? Pemerintah pusat sedang menerapkan perubahan peraturan dan memperkenalkan standar untuk industri-industri utama sementara menetapkan arah kebijakan untuk mengejar inovasi dan pengembangan. Praktik standardisasi di seluruh industri adalah prioritas utama, dengan Strategi Keamanan Siber Nasional untuk implementasi di masa depan serta pembaruan produk teknologi informasi serta layanan. Sistem pengujian dan sertifikasi akan diimplementasikan untuk meningkatkan kualitas produk sehingga memenuhi tolak ukur internasional dalam semua percobaan industri utama.
Dukungan yang paling substansial proses ini adalah dukungan finansial, sebagai contoh pada industri semikonduktor Xiaomi untuk mengembangkan perusahaan prosesor ponsel pertama kali. Pendanaan dari bank negara dapat dilihat sebagai perlakuan istimewa untuk bisnis di Tiongkok. Bank-bank pemerintah mendistribusikan subsidi, pinjaman berbunga rendah, dan obligasi, terutama untuk usaha kecil dan menengah. Berbagai lembaga dan dana juga menawarkan dukungan langsung dalam hal keuangan. Selain itu, menarik investasi asing dan meliberalisasi pasar adalah prioritas Tiongkok yang terlihat jelas.
Perusahaan-perusahaan terkemuka telah merespons hal itu dengan fokus pada teknologi masa depan, seperti teknologi telekomunikasi, jaringan sensor nirkabel, printer 3D, industri e-commerce, komputasi awan, dan data besar. Lebih jauh lagi, pemerintah memfasilitasi akses ke bahan baku dan memberikan subsidi untuk perusahaan dalam pembuatan baterai listrik. Pemerintah juga telah menginstruksikan bisnis untuk mengembangkan kesadaran merek internasional mereka dan menjadi "lebih akrab dengan budaya dan pasar luar negeri" dengan tujuan mendorong investasi dan kegiatan internasional. Kemitraan internasional, juga sokongan dana yang signifikan adalah alat utama untuk mengakses kekayaan intelektual asing, yang kemudian digunakan untuk meningkatkan kemampuan perusahaan Tiongkok. Pada tahun 2017 pembuatan pesawat jet penumpang komersial pertama Tiongkok C-919 telah selesai, sebagai bagian dari ambisi jangka panjang untuk bersaing dengan Boeing dan Airbus. Industri kereta api cepat Tiongkok telah dieksspor ke negara tetangga di Asia, yang diatur melalui inisiatif sabuk dan jalan.
Strategi Made in China 2025 bukanya tak menghadapi suatu tantangan. Pada tahun 2017 manufaktur teknologi tinggi hanya menyumbang di bawah 13 persen. Lebih dari setengah standar teknologi Tiongkok untuk manufaktur pintar tidak cocok dengan standar internasional. Made in China 2025 sebagai bentuk strategi Beijing untuk supremasi manufaktur teknologi yang belum sampai 4 tahun digaungkan ternyata menghadapi hambatan dan tantangan besar.
Dalam dekade terakhir, pertumbuhan ekonomi Tiongkok terus melambat. Pada tahun 2018, laju ekonomi pada angka terendah sejak 1990. Negara ini juga beresiko terperangkap dalam krisis jebakan pendapatan menengah, masalah yang dihadapi banyak negara berkembang ketika kenaikan upah terkikis oleh keunggulan komparatif mereka, membuat mereka tidak mampu bersaing dengan produktivitas dan inovasi ekonomi maju. Untuk kepemimpinan Tiongkok memang tidak ada alternatif selain daripada harus menjaga tingkat pertumbuhan di atas 6 persen untuk memenuhi janjinya akan kemakmuran dan mempertahankan legitimasinya.
Kesulitan untuk mewujudkan strategi Made in China 2025 selanjutnya adalah tekanannya industri manufaktur dari dua , yaitu Jepang dan Jerman yang lebih maju serta produsen berbiaya rendah di India, Brasil, dan negara lainnya. Pejabat Tiongkok mengakui bahwa Made in China 2025 hanya akan sukses mengembangkan industri Tiongkok secara relatif setara pada industri Jerman dan Jepang. Banyak perusahaan di Tiongkok tidak siap untuk bertransformasi dalam waktu yang sangat cepat, oleh karena itu diprediksi hanya beberapa perusahaan akan dapat memenuhi target pemerintah.
Gu Qiang, mantan wakil direktur divisi perencanaan dengan Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi yang membantu menyusun rencana Made in China 2025 tentang modernisasi industri mengatakan masalah struktural di perusahaan-perusahaan dapat menghambat pengejaran dominasi manufaktur berteknologi tinggi Tiongkok. Perusahaan juga menghadapi tantangan besar dalam melonjaknya biaya tenaga kerja dan keuangan. Pada sebuah acara wadah pemikir di Beijing ia mendukung pandangan bahwa masalah struktural dalam perusahaan-perusahaan Tiongkok dapat menghambat upaya untuk mengejar kesenjangan dan dominasi negara maju dalam manufaktur teknologi tinggi global. Seorang pengusaha lokal pernah berkata bahwa negara ingin mendorong Made in China 2025, tetapi sebagian besar perusahaan tidak akan bertahan hingga 2025. Banyak perusahaan ditutup karena pembatasan polusi pada ratusan pabrik untuk mengurangi polusi udara. Selain itu, banyak perusahaan juga menghadapi tantangan besar terkait kenaikan biaya tenaga kerja secara drastis dan biaya pendanaan yang tinggi.
Melonjaknya biaya telah mendorong banyak perusahaan mengalihkan operasinya ke negara-negara tetangga, seperti Vietnam, apalagi tren ini dipercepat oleh peningkatan tensi perang dagang AS-Tiongkok. Banyak perusahaan AS yang beroperasi di Tiongkok selatan mempertimbangkan untuk menunda investasi lebih lanjut dan memindahkan sebagian atau semua manufaktur mereka ke negara lain. Meskipun Beijing berupaya membantu produsen dengan memotong pajak dan biaya lainnya, namun hambatan lainnya adalah adalah ketidakmampuan produsen untuk menghasilkan produk berkualitas tinggi.
Mantan menteri keuangan Lou Jiwei yang menjabat tahun 2013 sampai 2016 sempat menungungkapkan salah langkah dalam strategi Made in China 2025. Ia mengatakan bahwa strategi Made in China 2025 tidak memiliki tidakan konkrit dan memboroskan uang para pembayar pajak. Ia menambahkan bahwa pemerintah seharusnya tidak memilih industri mana yang didukung, serta benar-benar memperhatikan dan mempercayai pasar.
Bagaimanapun strategi ambisius ini tidak akan berhenti begitu saja walaupun pemerintah dan media di Tiongkok semakin senyap untuk membahasnya. Sepertinya Tiongkok memang sedang menghadapi dan menyelesaikan hambatan yang tidak sedikit, apalagi dengan permasalahan covid-19 yang menewaskan ribuan jiwa pada awal tahun 2020. Meskipun ada anggapan skeptis terhadap proses perjalanan Made in China 2025, namun siapa yang bisa menebak hasilnya karena dalam beberapa hal pencapaiannya Tiongkok selalu muncul secara mengejutkan. Hasil yang mengejutkan tersebut akan kita sama-sama saksikan pada tahun 2025.